Hal ini didorong oleh konflik geopolitik multi polar dan polemik kebijakan moneter pascapandemi yang lebih membutuhkan kerjasama internasional terutama antara negara yang berseteru
Jakarta (ANTARA) – Kepala Ekonom PT Bahana TCW Investment Manager Budi Hikmat menilai sebaran keparahan krisis ekonomi 2023 berisiko lebih lama dan akut dibandingkan dengan krisis-krisis ekonomi sebelumnya, seperti yang terjadi pada 1998 dan 2008.
“Hal ini didorong oleh konflik multi polar dan polemik kebijakan moneter pascapandemi yang lebih membutuhkan kerjasama internasional terutama antar negara yang berseteru,” ujar Budi saat berdiskusi dengan awak media di Jakarta, Rabu.
Menurut Budi, pertumbuhan ekonomi telah kehilangan momentum akibat pandemi COVID-19 yang kemudian diperparah oleh perang Rusia-Ukraina serta perang dagang Amerika Serikat-China yang meningkatkan risiko utang negara miskin dan potensi krisis pangan di beberapa kawasan.
“Pengaruh berbagai faktor cost-push pasca pandemi yang pelik terutama terkait upah, gangguan rantai pasok, pemberian biaya energi dan pangan, mempersulit upaya bank sentral mengendalikan inflasi. Kebijakan pengetatan lanjutan berisiko memicu stagflasi global,” kata Budi.
Perekonomian Indonesia sendiri diharapkan dapat bertahan di tengah terpaan badai resesi global dengan fundamental kuat yang ditunjang.
Perekonomian domestik secara umum masih menunjukkan ketahanan dengan ditopang peningkatan permintaan domestik, investasi yang terjaga, dan berlanjutnya kinerja ekspor positif meskipun mulai menunjukkan indikasi pelemahan temporer pada September 2022.
Purchasing Managers Index (PMI) Indonesia melanjutkan percepatan di tengah kontraksi dan pelemahan manufaktur di negara-negara besar, seperti Eropa, Tiongkok, dan Korea Selatan.
Selain memanfaatkan peningkatan berbagai komoditi pendapatan (batu bara, nikel, CPO dan karet) yang lebih gegas ketimbang komoditi biaya (khususnya minyak mentah), program hilirisasi sektor minerba (mineral dan batubara) memperkuat fundamental perekonomian.
Selanjutnya, tidak hanya surplus neraca berjalan, peningkatan penerimaan pajak pun menjadi penting guna meredam dampak kenaikan harga bahan bakar untuk tidak langsung ditanggung oleh masyarakat yang belum lama menghadapi pandemi. Program reindustrialisasi juga lebih menjanjikan dalam penciptaan kesempatan kerja yang tercakup untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan.
Baca juga: Presiden Jokowi paparkan ekonomi RI terus tumbuh di tengah krisis
Baca juga: Ghana berencana membeli minyak dengan emas, bukan dolar AS
Baca juga: Bank-bank kawasan euro merasa siap menghadapi krisis
Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Biqwanto Situmorang
HAK CIPTA © ANTARA 2022
Related posts:
pembangunannya bersumb...
Jamur ...
Program demplot kali i...
dikirimkan oleh /u/c...
Jatim menjadi provinsi...
Pernah...
KUR sangat membantu us...